1) Andi Mappe
Seorang Pejuang
Berdarah Bugis ini terkenal dengan sifat heroik nya dan sangat terkenal Sakti,
dan paling di takuti dan disegani oleh Belanda saat itu. Bahkan Kesaktian A.
Mappe ini sampai Belanda pun mengaku, seperti halnya si Pitung dari Batavia.
Karena
kesaktiannya, hingga sangat sulit di kalahkan oleh belanda pada saat itu, telah
di kabarkan beberapa kali tewas saat sedang melawan belanda, tapi beberapa hari
kemudian, dia terlihat lagi sehat wal afiat, pasukan belanda sempat frustasi
dengan Kapten Harimau Indonesia ini yang sangat sulit untuk di bunuh.
saya mencoba
menelaah tentang kesaktian pahlawan A. Mappe ini, sepertinya dia menggunakan
Ilmu tingkat tinggi, di jawa ada sebuah ilmu tinggi bernama Ajian Rawarontek
dan Ajian Pancasona. Pemilik Ilmu ini tidak bias dengan mudah di bunuh, selama
dia menyentuh Tanah maka dia tidak akan mati, tentu dengan Izin Allah Swt,
menurut saya, iya, ilmunya seperti ini.
Dari informasi
seorang teman, A. Mappe Akhirnya tewas di tangan belanda, entah siapa yang
membocorkan rahasia tentang kelemahan ilmu sang Kapten HI (Harimau Indonesia)
itu, karena semua ilmu itu ada kelemahannya, tidak ada satupun yang sempurna
selain Allah Swt.
Konon A.Mappe tewas setelah di
Penggal, tentu dengan syarat, kepala dan badannya mesti di pisahkan menyebrang
laut, karena ilmu Rawarontek, di apakan pun pemilik ilmu itu, tidak akan mati
selama menginjak tanah, ilmu pancasona walaupun tubuhnya di pisah dan di
tinggalkan, tapi selama menyentuh bumi, maka akan kembali ke tempatnya semula
(kembali tersambung) dan tetap hidup. Wallahualam Bissawab.
Ya, menurut saya A.
Mappe memiliki salah satu ilmu tersebut atau memiliki keduanya, karena bahkan
belanda pun percaya kesaktiannya dan frustasi mencari cara untuk membunuhnya.
menurut informasi yang saya dapatkan,
Kuburan Tubuh A. Mappe berada di Kota Pangkajene, berdekatan
dengan rumah jabatan Bupati Pangkep, sedangkan kuburan Kepala A.
Mappe berada di Pulau Camba Cambang.
Entah apa yang
terjadi jika tubuhnya kembali di satukan saat ini, apakah beliau kembali hidup
atau tetap mati? Itu yang masih dalam pertanyaan saya, walaupun segala yang
hidup akan mati.
2) Andi Burhanuddin
Sebelum Andi
Burhanuddin menjabat sebagai Karaeng / residen Pangkajene (1942-1946), beliau
telah dibekali dengan pendidikan dan pengalaman yang cukup oleh ayahnya, Andi
Mauraga Dg Malliungang. Beliau menamatkan pendidikan di sekolah
peninggalan Belanda, MULO dan AMS di Jawa sebelum diamanahi kedudukan sebagai
pejabat diperbantukan pada Kantor Controleur Pangkajene (1935 – 1937), Wakil
Karaeng adatgemeenschap Pangkajene (1937) dan Sullewatang (Raja Muda) pada
Kantor Karaeng Agatgemeenschap Pangkajene (1938), Klerk pada Kantor
Landschapskassen Makassar (1939-1942).
Paman dari Andi Burhanuddin, Andi
Mattotorangpage Daeng Mamangung, (Bestuur Assisten Klas I) naik menggantikan
kemenakannya Andi Burhanuddin sebagai Residen (Karaeng Pangkajene). Andi
Burhanuddin meletakkan jabatannya sendiri pada Hari Minggu tanggal 6 April 1946
karena tidak mau konpromi dan bekerjasama dengan Belanda.
3) Andi Mattotorang Dg
Mamangung
Andi Mattotorang Dg Mamangung selaku pejabat
kekaraengan Pangkajene yang diangkat oleh Pemerintahan NICA, kemudian menjelang
satu tahun lamanya menjadi Karaeng Pangkajene terjadi kekacauan, kemiskinan dan
kelaparan terjadi dimana – mana disebabkan daerah ini pernah dilanda banjir
selama tujuh hari tujuh malam yang menyebabkan semua hasil pertanian tidak
dapat dinikmati. Rakyat Pangkajene ketika itu sangat menderita.
Setelah berakhir masa jabatan Andi
Mattotorangpage Dg Mamangung (Karaeng Bodo-Bodoa) sebagai Karaeng Pangkajene,
maka diadakanlah verklaring underlyk (pemilihan) sebelum menetapkan Karaeng
Pangkajene penggantinya, dengan 4 calon, yakni : Andi Muri Dg Lulu, Andi Hasan
Dg Pawawo, Andi Latif Dg Massikki, dan Andi Jaya.
4) Andi Muri Daeng Lulu
Andi Muri Daeng Lulu naik sebagai Karaeng Pangkajene
menggantikan Andi Mattotorangpage Dg Mamangung setelah dalam pemilihan beliau
berhasil mengumpulkan 100 suara, sementara calon lainnya Andi Hasan Dg Pawawo
dan Andi Latif Dg Massikki masing – masing hanya 4 suara, sedang Andi Jaya
tidak memperoleh suara satupun. Pada tanggal 23 Agustus 1947, Andi Muri Dg Lulu
resmi dilantik sebagai Karaeng Pangkajene oleh Pemerintah Republik Indonesia
karena pada waktu itu kita sudah berada di dalam kemerdekaan, dua tahun sesudah
diproklamirkannya kemerdekaan RI.
5) La Sollerang Daeng
Malledja
La Palambe Daeng Pabali yang kemudian digelari
Karaeng Tallanga (Matinroe ri Lesang) digantikan oleh anaknya, La Sollerang
Daeng Malledja sebagai Karaeng Pangkajene VII (1847 – 1857). Sewaktu menjabat
regent, yang menjadi Sullewatang (wakil raja) adalah La Pappe Dg Massikki, ipar
La Sollerang Dg Malledja atau menantu kemenakan Karaeng La Pallambeang Dg
Pabali.
Menurut beberapa sumber di Pangkajene, Karaeng
La Sollerang Dg Malledja kemudian melarikan diri ke pegunungan (bersembunyi di
Bakka) karena takut dituntut dan dikenakan hukuman berhubung ia lalim dalam
memerintah daerahnya, namun sumber lain menyebutkan bahwa Karaeng Pangkajene
tersebut digulingkan dari tahta kekaraengannya dengan sangat halus, atas usulan
La Abdul Wahab Mattotorangpage agar lari masuk hutan berhubung Belanda akan
datang menagih sima (pajak) yang tenggelam bersama ayahnya dan
beliau diserahi tanggung jawab untuk membayarnya.
Karena merasa tak sanggup membayar sima (pajak)
tersebut dan sebelum ia mendapati informasi yang benar akan maksud kedatangan
Belanda ke Pangkajene tersebut, akhirnya Karaeng La Sollerang Daeng Malledja
tersebut benar – benar lari masuk hutan bersama dengan pengikut – pengikutnya.
Karena tidak berada ditempat saat kedatangan wakil dari Pemerintah Hindia
Belanda, akhirnya dia benar – benar dipecat dari jabatannya. Belanda kemudian
mengangkat menjadi regent selaku penggantinya ialah La Pappe Daeng Massikki,
putera dari La Abdul Wahab Mattotorangpage Daeng Mamangung.
6) La Pappe Dg
Massikki
La Pappe Dg Massikki ini—sebagaimana juga
disebutkan dalam sejarah kekaraengan Segeri—memperisterikan seorang anak dari
La Dongkang Daeng Mallontarang(saudara dari regent La
Palambe Daeng Pabali), adik ipar dari Karaeng La Sollerang Dg Malledja. Karaeng
Pangkajene VIII ini diangkat oleh Gouvernement Belanda sebagai kepala regent
Pangkajene dari tahun 1857 - 1885. Di masa pemerintahannya, kondisi Pangkajene
aman, tenteram dan mengalami kemajuan. Karaeng Pangkajene ini membentuk
kesullewatangan anggota hadat yang berkedudukan di Pagang yang meliputi Kampung
Soreang, Pareang dan Kalibone, selain juga berjasa dalam meredam huru hara yang
dipimpin oleh Karaeng Bonto – Bonto melawan Gouvernement Hindia
Belanda sehingga diberikan hadiah berupa sebilah pedang dan tombak, dalam
tahun 1878.
La Pappe Dg Massikki berpulang dalam tahun
1885 dan digantikan oleh puteranya, Karaeng La Bapa Daeng Masalle, menjadi
kepala regent di Pangkajene dari tahun 1885 – 1893, yang dia angkat menjadi
wakilnya (sullewatang) adalah adiknya Karaeng La Djajalangkara Dg Sitaba.
Selepas jabatannya di Pangkajene, La Bapa Dg Masalle diangkat menjadi regent di
Labakkang pada tahun 1893 – 1923.
7) La Djajalangkara
Daeng Sitaba
Pemerintah Hindia Belanda kemudian mengangkat
regent Pangkajene adik kandung dari La Bapa Daeng Masalle, yaitu La
Djajalangkara Daeng Sitaba pada tanggal 15 Oktober 1893. Di masa
pemerintahannya, sering terjadi peperangan dan huru hara dalam negeri. Setelah
selesai peperangan di Bone dalam tahun 1905, Daerah kekuasaan kekaraengan
Pangkajene diperluas dengan mencakup pula Bungoro. Pada tahun 1918
Djayalangkara Daeng Sitaba berhenti selaku regent Pangkajene dengan surat
penetapan Gubernur Celebes dan daerah takluknya tertanggal 11 Mei 1918 No. 86 /
XIX. (Benny Syamsuddin, 1989)
Menggantikan La Djajalangkara Daeng Sitaba menjadi Karaeng
Pangkajene ialah puteranya yang bernama Andi Mauraga Daeng Malliungang menurut
Besluit Gubernur Celebes dan daerah takluknya tanggal 31 Mei 1918 No. 95/XIX.
Pemakaian gelar “Andi” di masa pemerintahan Karaeng Pangkajene XI ini sudah
mulai popular, mengikuti perkembangan pemakaian gelar Andi di Gowa dan
Bone. Pada waktu itu juga Bungoro dipisahkan dari Pangkajene dan dijadikan
kembali selaku Kekaraengan tersendiri, sementara gelar regent juga dihapuskan
dan diganti dengan sebutan “Karaeng adatgemeenschap”. Karaeng Pangkajene ini
juga pernah menjabat sebagai Controleur Pangkajene (Notemboon). Karena berjasa
kepada Pemerintah Belanda, Andi Mauraga Daeng Malliungang mendapat bintang
penghargaan besar Gouvernament General pada tanggal 24 Agustus 1931.
8) Andi Mauraga Dg
Malliungang
Karaeng Pangkajene Andi Mauraga Dg Malliungang
juga sempat mengalami pahit manisnya pemerintahan pendudukan Jepang. Ketika itu
Belanda secara de facto menyerah kepada serdadu Dai Nippon dan Jepang
mengambil alih kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia dari tahun
1942 – 1945. Di awal pendudukan Jepang di Sulawesi Selatan, Negeri Pangkajene
mengalami kekacauan, disana sini marak perampokan, kejahatan, pembunuhan dan
pemerkosaan. Karaeng Pangkajene ini aktif mencegah kejahatan dan kekacauan
tersebut. Waktu itu, oleh Pemerintahan Dai Nippon, kekaraengan adatgemeenschap
Pangkajene diubah namanya menjadi Keresidenan Pangkajene.
Beliau ini meninggal dalam suatu kecelakaan
mobil, Selasa, tanggal 23 Maret 1942, diperbatasan Pangkajene - Bungoro saat
dalam perjalanan hendak menemui Karaeng Labakkang di Labakkang. Karaeng ini
mendapat gelar anumerta Matinroe ri Otona (Karaeng Ilangi ri Otona). Andi
Mauraga Dg Malliungang digantikan oleh puteranya yang bernama Andi Burhanuddin.
Pelantikannya dilakukan sebelum jenazah ayahnya dimakamkan, sehingga terhitung
mulai Rabu 24 Maret 1942 resmilah Andi Burhanuddin menjabat sebagai Residen
(Karaeng Pangkajene).
Min saya mau tanya, dapat sumbernya dari mana? Mohon bantuannya....
BalasHapus