Senin, 04 September 2017

8 Biografi Pahlawan Pangkep

1)   Andi Mappe

Seorang Pejuang Berdarah Bugis ini terkenal dengan sifat heroik nya dan sangat terkenal Sakti, dan paling di takuti dan disegani oleh Belanda saat itu. Bahkan Kesaktian A. Mappe ini sampai Belanda pun mengaku, seperti halnya si Pitung dari Batavia.
Karena kesaktiannya, hingga sangat sulit di kalahkan oleh belanda pada saat itu, telah di kabarkan beberapa kali tewas saat sedang melawan belanda, tapi beberapa hari kemudian, dia terlihat lagi sehat wal afiat, pasukan belanda sempat frustasi dengan Kapten Harimau Indonesia ini yang sangat sulit untuk di bunuh.
saya mencoba menelaah tentang kesaktian pahlawan A. Mappe ini, sepertinya dia menggunakan Ilmu tingkat tinggi, di jawa ada sebuah ilmu tinggi bernama Ajian Rawarontek dan Ajian Pancasona. Pemilik Ilmu ini tidak bias dengan mudah di bunuh, selama dia menyentuh Tanah maka dia tidak akan mati, tentu dengan Izin Allah Swt, menurut saya, iya, ilmunya seperti ini.
Dari informasi seorang teman, A. Mappe Akhirnya tewas di tangan belanda, entah siapa yang membocorkan rahasia tentang kelemahan ilmu sang Kapten HI (Harimau Indonesia) itu, karena semua ilmu itu ada kelemahannya, tidak ada satupun yang sempurna selain Allah Swt. 
Konon A.Mappe tewas setelah di Penggal, tentu dengan syarat, kepala dan badannya mesti di pisahkan menyebrang laut, karena ilmu Rawarontek, di apakan pun pemilik ilmu itu, tidak akan mati selama menginjak tanah, ilmu pancasona walaupun tubuhnya di pisah dan di tinggalkan, tapi selama menyentuh bumi, maka akan kembali ke tempatnya semula (kembali tersambung) dan tetap hidup. Wallahualam Bissawab.
Ya, menurut saya A. Mappe memiliki salah satu ilmu tersebut atau memiliki keduanya, karena bahkan belanda pun percaya kesaktiannya dan frustasi mencari cara untuk membunuhnya.
menurut informasi yang saya dapatkan, Kuburan Tubuh A. Mappe berada di Kota Pangkajene, berdekatan dengan rumah jabatan Bupati Pangkep, sedangkan kuburan Kepala A. Mappe berada di Pulau Camba Cambang.
Entah apa yang terjadi jika tubuhnya kembali di satukan saat ini, apakah beliau kembali hidup atau tetap mati? Itu yang masih dalam pertanyaan saya, walaupun segala yang hidup akan mati.

2) Andi Burhanuddin
Sebelum Andi Burhanuddin menjabat sebagai Karaeng / residen Pangkajene (1942-1946), beliau telah dibekali dengan pendidikan dan pengalaman yang cukup oleh ayahnya, Andi Mauraga Dg Malliungang. Beliau menamatkan pendidikan di sekolah peninggalan Belanda, MULO dan AMS di Jawa sebelum diamanahi kedudukan sebagai pejabat diperbantukan pada Kantor Controleur Pangkajene (1935 – 1937), Wakil Karaeng adatgemeenschap Pangkajene (1937) dan Sullewatang (Raja Muda) pada Kantor Karaeng Agatgemeenschap Pangkajene (1938), Klerk pada Kantor Landschapskassen Makassar (1939-1942).
Paman dari Andi Burhanuddin, Andi Mattotorangpage Daeng Mamangung, (Bestuur Assisten Klas I) naik menggantikan kemenakannya Andi Burhanuddin sebagai Residen (Karaeng Pangkajene). Andi Burhanuddin meletakkan jabatannya sendiri pada Hari Minggu tanggal 6 April 1946 karena tidak mau konpromi dan bekerjasama dengan Belanda.

3) Andi Mattotorang Dg Mamangung
Andi Mattotorang Dg Mamangung selaku pejabat kekaraengan Pangkajene yang diangkat oleh Pemerintahan NICA, kemudian menjelang satu tahun lamanya menjadi Karaeng Pangkajene terjadi kekacauan, kemiskinan dan kelaparan terjadi dimana – mana disebabkan daerah ini pernah dilanda banjir selama tujuh hari tujuh malam yang menyebabkan semua hasil pertanian tidak dapat dinikmati. Rakyat Pangkajene ketika itu sangat menderita.
Setelah berakhir masa jabatan Andi Mattotorangpage Dg Mamangung (Karaeng Bodo-Bodoa) sebagai Karaeng Pangkajene, maka diadakanlah verklaring underlyk (pemilihan) sebelum menetapkan Karaeng Pangkajene penggantinya, dengan 4 calon, yakni : Andi Muri Dg Lulu, Andi Hasan Dg Pawawo, Andi Latif Dg Massikki, dan Andi Jaya. 

4) Andi Muri Daeng Lulu
Andi Muri Daeng Lulu naik sebagai Karaeng Pangkajene menggantikan Andi Mattotorangpage Dg Mamangung setelah dalam pemilihan beliau berhasil mengumpulkan 100 suara, sementara calon lainnya Andi Hasan Dg Pawawo dan Andi Latif Dg Massikki masing – masing hanya 4 suara, sedang Andi Jaya tidak memperoleh suara satupun. Pada tanggal 23 Agustus 1947, Andi Muri Dg Lulu resmi dilantik sebagai Karaeng Pangkajene oleh Pemerintah Republik Indonesia karena pada waktu itu kita sudah berada di dalam kemerdekaan, dua tahun sesudah diproklamirkannya kemerdekaan RI.

5) La Sollerang Daeng Malledja
La Palambe Daeng Pabali yang kemudian digelari Karaeng Tallanga (Matinroe ri Lesang) digantikan oleh anaknya, La Sollerang Daeng Malledja sebagai Karaeng Pangkajene VII (1847 – 1857). Sewaktu menjabat regent, yang menjadi Sullewatang (wakil raja) adalah La Pappe Dg Massikki, ipar La Sollerang Dg Malledja atau menantu kemenakan Karaeng La Pallambeang Dg Pabali.
Menurut beberapa sumber di Pangkajene, Karaeng La Sollerang Dg Malledja kemudian melarikan diri ke pegunungan (bersembunyi di Bakka) karena takut dituntut dan dikenakan hukuman berhubung ia lalim dalam memerintah daerahnya, namun sumber lain menyebutkan bahwa Karaeng Pangkajene tersebut digulingkan dari tahta kekaraengannya dengan sangat halus, atas usulan La Abdul Wahab Mattotorangpage agar lari masuk hutan berhubung Belanda akan datang menagih sima (pajak) yang tenggelam bersama ayahnya dan beliau diserahi tanggung jawab untuk membayarnya.
Karena merasa tak sanggup membayar sima (pajak) tersebut dan sebelum ia mendapati informasi yang benar akan maksud kedatangan Belanda ke Pangkajene tersebut, akhirnya Karaeng La Sollerang Daeng Malledja tersebut benar – benar lari masuk hutan bersama dengan pengikut – pengikutnya. Karena tidak berada ditempat saat kedatangan wakil dari Pemerintah Hindia Belanda, akhirnya dia benar – benar dipecat dari jabatannya. Belanda kemudian mengangkat menjadi regent selaku penggantinya ialah La Pappe Daeng Massikki, putera dari La Abdul Wahab Mattotorangpage Daeng Mamangung.

6) La Pappe Dg Massikki
La Pappe Dg Massikki ini—sebagaimana juga disebutkan dalam sejarah kekaraengan Segeri—memperisterikan seorang anak dari La Dongkang Daeng Mallontarang(saudara dari regent La Palambe Daeng Pabali), adik ipar dari Karaeng La Sollerang Dg Malledja. Karaeng Pangkajene VIII ini diangkat oleh Gouvernement Belanda sebagai kepala regent Pangkajene dari tahun 1857 - 1885. Di masa pemerintahannya, kondisi Pangkajene aman, tenteram dan mengalami kemajuan. Karaeng Pangkajene ini membentuk kesullewatangan anggota hadat yang berkedudukan di Pagang yang meliputi Kampung Soreang, Pareang dan Kalibone, selain juga berjasa dalam meredam huru hara yang dipimpin oleh Karaeng Bonto – Bonto melawan Gouvernement Hindia Belanda sehingga diberikan hadiah berupa sebilah pedang dan tombak, dalam tahun 1878.
La Pappe Dg Massikki berpulang dalam tahun 1885 dan digantikan oleh puteranya, Karaeng La Bapa Daeng Masalle, menjadi kepala regent di Pangkajene dari tahun 1885 – 1893, yang dia angkat menjadi wakilnya (sullewatang) adalah adiknya Karaeng La Djajalangkara Dg Sitaba. Selepas jabatannya di Pangkajene, La Bapa Dg Masalle diangkat menjadi regent di Labakkang pada tahun 1893 – 1923.

7) La Djajalangkara Daeng Sitaba
Pemerintah Hindia Belanda kemudian mengangkat regent Pangkajene adik kandung dari La Bapa Daeng Masalle, yaitu La Djajalangkara Daeng Sitaba pada tanggal 15 Oktober 1893. Di masa pemerintahannya, sering terjadi peperangan dan huru hara dalam negeri. Setelah selesai peperangan di Bone dalam tahun 1905, Daerah kekuasaan kekaraengan Pangkajene diperluas dengan mencakup pula Bungoro. Pada tahun 1918 Djayalangkara Daeng Sitaba berhenti selaku regent Pangkajene dengan surat penetapan Gubernur Celebes dan daerah takluknya tertanggal 11 Mei 1918 No. 86 / XIX. (Benny Syamsuddin, 1989)
Menggantikan La Djajalangkara Daeng Sitaba menjadi Karaeng Pangkajene ialah puteranya yang bernama Andi Mauraga Daeng Malliungang menurut Besluit Gubernur Celebes dan daerah takluknya tanggal 31 Mei 1918 No. 95/XIX. Pemakaian gelar “Andi” di masa pemerintahan Karaeng Pangkajene XI ini sudah mulai popular, mengikuti perkembangan pemakaian gelar Andi di Gowa dan Bone. Pada waktu itu juga Bungoro dipisahkan dari Pangkajene dan dijadikan kembali selaku Kekaraengan tersendiri, sementara gelar regent juga dihapuskan dan diganti dengan sebutan “Karaeng adatgemeenschap”. Karaeng Pangkajene ini juga pernah menjabat sebagai Controleur Pangkajene (Notemboon). Karena berjasa kepada Pemerintah Belanda, Andi Mauraga Daeng Malliungang mendapat bintang penghargaan besar Gouvernament General pada tanggal 24 Agustus 1931.

8) Andi Mauraga Dg Malliungang
Karaeng Pangkajene Andi Mauraga Dg Malliungang juga sempat mengalami pahit manisnya pemerintahan pendudukan Jepang. Ketika itu Belanda secara de facto menyerah kepada serdadu Dai Nippon dan Jepang mengambil alih kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia dari tahun 1942 – 1945. Di awal pendudukan Jepang di Sulawesi Selatan, Negeri Pangkajene mengalami kekacauan, disana sini marak perampokan, kejahatan, pembunuhan dan pemerkosaan. Karaeng Pangkajene ini aktif mencegah kejahatan dan kekacauan tersebut. Waktu itu, oleh Pemerintahan Dai Nippon, kekaraengan adatgemeenschap Pangkajene diubah namanya menjadi Keresidenan Pangkajene.
Beliau ini meninggal dalam suatu kecelakaan mobil, Selasa, tanggal 23 Maret 1942, diperbatasan Pangkajene - Bungoro saat dalam perjalanan hendak menemui Karaeng Labakkang di Labakkang. Karaeng ini mendapat gelar anumerta Matinroe ri Otona (Karaeng Ilangi ri Otona). Andi Mauraga Dg Malliungang digantikan oleh puteranya yang bernama Andi Burhanuddin. Pelantikannya dilakukan sebelum jenazah ayahnya dimakamkan, sehingga terhitung mulai Rabu 24 Maret 1942 resmilah Andi Burhanuddin menjabat sebagai Residen (Karaeng Pangkajene).